Satriya Kusuma Yudha
Dimulai dengan penggambaran keadaan
pada saat itu, matahari yang mulai menyinari jagad raya. Di tempat lain, di
negeri Astina sedang terjadi
ketegangan,yaitu perebutan kekuasaan oleh Kurawa dan Pandawa. Sampai
tidak dapat dicegah lagi, pecahlah perang antar keluarga Bharata yaitu
Bharatayuda di medan Kurusetha. Abimayu putra Arjuna maju perang melawan para
Kurawa, namun di tengah peperangan, kuda yang ditunggangi Abimanyu terkena dari
para Kurawa, dan mati, kemudian para
Kurawa menyerang Raden Abimanyu dengan panah yang bertubi-tubi, sehingga hampir
seluruh tubuhnya tertancap berpuluh-puluh panah. Dalam kondisi yang tidak
berdaya seperti itu Sang Raden masih bisa bertahan dan mencoba untuk melawan
para Kurawa, dalam kondisi seperti itu
pula, dari pihak Kurawa yaitu Lesmana mengumpat-umpat Raden Abimanyu, dan
berkeinginan untuk merebut istri Raden Abimanyu, Siti Sundari, Dewi Uttari yang
kala itu tengah hamil tua. Raden Abimanyu sekali, dalam kondisi seperti yang
bagi orang lain tidak akan bisa bertahan sampai sejauh itu, tetap tegar. Karena
tidak tega melihat derita yang dialami keponakannya, Raden Karna yang merupakan
pihak Kurawa, berniat untuk mengakhiri segala penderitaan sang keponakan dengan
memanah leher sang Abimayu, akhirnya sang Abimayu meninggal.
Arjuna yang kala itu melihat
putranya gugur, seketika itu menghampiri jasad sang anak. Arjuna sangat geram
dibuatnya , hingga terlontar sumpah dari sang Arjuna bahwa bila ia tidak bisa
membunuh orang yang membunuh putranya, maka ia akan pati obong. Para kurawa
yang mendengar sumpah Arjuna tersebut merasa bersuka cita, maka dengan itu,
kekuatan Pandawa semakin melemah. Maka para Kurawa menyusun siasat agar Arjuna
tidak bisa menemukan Jayajatra, dan akhirnya nanti Arjuna akan Pati obong.
Sedang sang guru Semar memberi
wejangan kepada Arjuna, meskipun para Kurawa telah membunuh Abimanyu dengan
cara yang keji, namun tidak boleh dibalasnya dengan cara yang keji pula, tidak
boleh saling membalas dendam. Maka angkara murka yang ada di bumi tersebut
harus ditumpas dengan cara yang bijak, harus tetap menaati peraturan perang
Bharatayuda. Itulah laku Ksatria. Segenap Pandawa berduka cita atas
kematian Abimanyu.
Werkudara tidak terima dengan
keadaan ini, ia merasa bahwa sang Dewa tidak berlaku adil. Ponakan yang
disayanginya harus mati dengan cara seperti itu dan mengapa harus keponakannya.
Werkudara berniat untuk melawan Duryudana. Kemudian Prabu Kresna memberikan
wejangan, bahwa sebagai manusia yang mempunyai sifat ksatria itu tidak boleh
mengumpat kodrat yang sudah ditentukan. Satria itu berasal dari kata “sa” yang
berarti agama, “tri” yang berarti moral, sedangkan “ya” berarti rasa malu.
Seorang ksatria harus memiliki ketiga kategori tersebut.
Untuk keesokan harinya, perang
Bhartayuda akan segera dimulai kembali. Dipihak Kurawa terdapat prabu Karna,
Duryudana, Dursasana sedang menyusun siasat agar hari ini jangan sampai
Jayajatra terlihat oleh Arjuna. Sedang pada pihak Pandawa, prabu Werkudara
sedang berdebat dengan prabu Kresna, mengenai pengganti Senapati perang, prabu
Kresna menginginkan Gathutkaca untuk menjadi senapati perang, sedang raden
Werkudara tidak merelakan putranya untuk maju menjadi senapati. Sedangkankan
sang Gathutkaca bersedia untuk maju perang, Gathutkaca mendapat dari sang ayah,
namun niatnya sudah bulat untuk maju ke medan perang.
Di medan Kuruseta sedang berlangsung
perang, sang Arjuna mencari pembunuh putranya, sedangkan sang Jayajatra sudah
disembunyikan oleh sang Kurawa. Hari sudah semakin sore, oleh karena bantuan
prabu Kresna dengan menggunakan cakra yang menjadikan langit serta merta gelap
seperti malam. Jayajatra yang beranggapan benar-benar malam, mencoba melihat
kearah luar, bersamaan dengan keluarnya kepala Jayajatra, panah pasopati
melesat cepat menyambar Jayajatra. Seketika itu sang Jayajatra tewas seketika
terkena panah pasopati, setelah peristiwa itu, suasana kembali seperti semula
seperti sebelumnya, langit berubah menjadi terang kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar